Jumat, 29 Agustus 2008

JADIKAN PATEN SOLUSI ENERGI

Beberapa dekade ini Indonesia mengalami krisis energi. Listrik yang menjadi sumber energi utama terus mati setiap hari. Tanpa listrik serasa hidup dimasa “purba”. Menurut Singgalang (08-08-2008) hingga pertengahan tahun depan (2009) Sumbar masih dihadapkan pada krisis energi listrik. Saat ini sedikitnya 42 dari 110 pembangkit listrik yang tersambung dalam sistem interkoneksi Sumatera mengalami perawatan berkala.
Hal yang serupa juga terjadi di bahan bakar. Dalam masa pemerintahan SBY (Susilo Bamabang Yudhoyono) sudah dua kali kenaikan bahan bakar. Disamping harganya naik juga terjadi kelangkaan di daerah-daerah tertentu.
Melihat krisis energi yang terjadi, perlu rasanya menemukan segera solusi. Salah satu solusi yang perlu kita perhatikan adalah paten. Karena paten ini sering “diabaikan”, dia ada tapi tak dianggap penting.
Paten erat hubungannya dengan teknologi. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001, paten adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada penemu atau investor atau hasil penemuannya atau invensinya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya atau invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Kompas (15-08-2008) menyebutkan bahwa 60.000 paten yang terdaftar di Direktur Paten Ditjen HKI, 191 diantaranya merupakan paten dibidang energi. Dari 191 paten tersebut, 30 paten diantaranya adalah atas nama warga Negara Indonesia. Paten itu antara lain berupa mesin penghenat konsumsi bahan baker minyak (BBM), penghemat listrik tenaga air sederhana, kompor gas model kompor minyak tanah, penggerak turbin dan mesin motor.
Namun, belum familiarnya paten dibidang energi tersebut disebabkan masih kurangnya promosi dari pemilik paten. Sehingga paten tersebut kurang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Milik publik
Suatu teknologi yang dipatenkan mempunyai batas waktu. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten menyatakan “Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Lain hal untuk paten sederhana. Paten sederhana yaitu setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya (Pasal 6 Undang-Undang Paten). Untuk jangka waktu perlindungan paten sederhana tersebut 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang (Pasal 9 Undang-Undang Paten).
Dengan berakhirnya jangka waktu paten tersebut, paten menjadi milik publik. Artinya masyarakat dapat menggunakan paten tersebut tanpa memberikan pembayaran kepada pemilik paten.
Disinilah tergamabar fungsi paten secara positif, yakni terjadinya peralihan teknologi (transfer of technology). Sehingga masyarakat Indonesia tidak ketinggalan teknologi. Bukan hanya untuk itu paten yang telah habis masa perlindungan yang diberikan oleh Negara dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu program penggunaan paten, khususnya di bidang energi secara professional oleh masyarakat untuk mengatasi krisis energi saat ini. Bila program tersebut terlaksana dengan baik tentunya krisis energi yang terjadi dapat di atasi. Disamping itu perlu keseriusan dari pemerintah sebagai fasilitator penggerak menuju hal tersebut untuk ditunjukan.